Menanti Nanti


Lain waktu, semoga ada aku di sela demi gambar, demi sajak, dan demi lain yang membuatmu terjaga sampai pagi itu ya, Kakanda.

Demi kamu yang ratu, Cah Ayu, sudah kukirim do'a di sela-sela waktu, supaya rindu tak lagi piatu. Sudahkah sampai padamu?

Aku telah sampai pada pemahaman bahwa hangat di tiap pejamku demi melukis senyummu, Mas Bagus, adalah doa-doa milikmu yg dibawa rindu.

Kaulah mantra itu, Nimas... Serapah sumpah-sumpah yang mengoyak mendung menjadi hujan. Sementara wajahmu mematung dalam ingatan.

Dengan apa aku membalas kebaikan langit, Mas Bagus.. Selain mengalirkan doa-doa di nadimu dan menguatkan pijakan anak-anak rindu.

Karena rindu adalah wahyu, Cah Ayu, maka denyutmu pun debarku adalah sama, satu jantung, satu gandrung.

Pada yang satu itu, Mas Bagus. Aku telah mengabdi pada tunggu, pada temu, pada waktu yang akan membawa kita merumahkan rindu-rindu.

Siapapun kau nanti, saat indera kita tak lagi bisa menghafal nama2, semoga debar ini cukup untuk kau kenali. Sebagai aku. Akumu.

Aku tak cukup kuat berjanji, Mas Bagus, tapi aku tangguh menanti. Datanglah sebagai kamu, sebagai Rahwana meski aku bukanlah Shinta.

Menunggu bisa sangat membosankan, Nimas. Maka kelak kau adalah hakim, merajam janji-janji yg tak ditepati. Aku Rahwana atau bukan, cinta harus kau kuliti.

Demi masa dan segala yang membahagiakan masing² kita, Mas Bagus. Jangan pernah menebar janji-janji, kecuali untuk tiada pergi.

Nanti, Diajeng, saat kancing gelung rambutmu telah kutukar gelang alit di jarimu, tak usah lagi ada rindu yg diburu. Aku punyamu.

Nanti, Mas Bagus, saat itu terjadi berdirilah di hadapanku sebagai Arjuna, karena aku telah memantik cemburu dewi-dewi surga.

Sesudah kerlip pesta kecil itu, Nimas, mari kuajak kau mewarnai senja, sekalipun besok dan lusa kita jumpai tanda tanya yg sama.

Apapun, Mas Bagus. Asal rindu tak lagi bingung mencari temu, asal ada kau menggandeng aku. Birupun warna senja, bagiku tetap jingga.

Biru yang katamu jingga itu, Diajeng, adalah cinta dg alias-aliasnya. Adalah kau, alasan kenapa rasa ini kubutuhkan, kutubuhkan.




*berbalas sajak di Twitter dengan @citogog. Dengan beberapa editan yang diperlukan.
Malang-Nabire 16 feb 2016
*ilustrasi oleh @citogog

6 comments:

  1. Suka membacanya bagus berbalas puisinya tp kalau boleh koreksi_si masnya penggunaan panggilannya ngga kondisten btw baguuuss kolaborasi yg indah

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih siapapun kamu :) Si masnya rahwana, selalu punya panggilan yang berbeda untuk shinta. *katanya :D tapi terima kasih banyak sudah mau maunya membaca

      Delete
  2. Tulisan bgus itu haram terlewatkan untuk dibaca salam karya terus menulis biar ada yg selalubisa kubaca

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, terima kasih siapapun kamu yang sudah mau maunya baca dan komentar :)

      Delete
  3. Semoga lain hari bisa menulis puitis seperti km

    ReplyDelete

Tuhan gemar bercanda, dan saya sedang berusaha tertawa

Powered by Blogger.