Kemana Perginya Cinta?



Semalam aku bermimpi tentangnya setelah sekian tahun. Yang aku ingat, memimpikannya adalah sebab aku yang sangat sedang merindukannya, dan beberapa kali mimpi itu menjelma semacam firasat. Seperti beberapa tahun yang lalu, aku tiba-tiba memimpikannya padahal telah lama kami tidak berkomunikasi, bahkan mendengar kabarnya pun sudah tidak, kuketahui di kemudian hari bahwa waktu itu dia sedang ditimpa masalah. Kecemasanku ketika itu pun, tak seperti pagi tadi. Keingintahuanku tentang keadaannya waktu itu pun, tak kurasakan pagi tadi. Dan aku juga tidak sedang merindukannya sama sekali.

Aku sedang tidak mengerjakan apa-apa sekarang, dengan segelas bir di meja dan sepotong senja dari balik gedung yang tidak terlalu tinggi teriris kabel-kabel yang semrawut. Aku juga tidak sedang ingin mengingatnya ketika musik-musik reggae mengalun dari speaker café, setema dengan interior café bernuansa Jamaican dan senada dengan namanya Yah Man Café. Tapi ingatanku kembali kepadanya, musik-musik semacam ini yang sering kudengar mengalun dari speaker handphonenya. Beberapa waktu lalu. Ketika aku sering menghabiskan waktuku untuk sekedar berada di sekitarnya.

“Aku di Ubud.” kukirim pesan kepada kekasihku.

“Sama siapa?”

“Sendirian, tadi balik kantor langsung kemari.”

“Berhati-hati. Selamat bercengkerama dengan diri sendiri. ”

“Iya. Love you!”

“Love you more. Kabari aku setibamu di kos.”

Kupulas senyum simpul di bibirku sembari meletakkan handphone di meja. Kusenyumi sesuatu yang hilang ketika ingatanku tiba-tiba sampai padanya. Kuteguk bir dingin di meja, segar mengaliri tenggorokanku serupa kelegaan yang memenuhi tubuhku sebelum aku terlelap malam tadi.

***

“Sayang, kemana perginya cinta?”

“Apa yang membuatmu menanyakan ini?”

“Tidak, aku hanya penasaran. Kemana perginya cinta. Sebut saja milikmu.”

“Milikku? Dia tidak pergi kemana-mana. Dia ada dan akan terus tumbuh.”

“Hmmm.. Lalu, bagaimana kamu bisa berganti pasangan? Apakah cinta itu berpindah?”

“Aku punya dua konsep cinta, jatuh cinta atau mencintai, maksudmu yang mana?”

“Ah, apa bedanya?”

“Jatuh cinta itu sesuatu yang aku tak bisa menolak datangnya, kapan dan kepada siapa cintaku dijatuhkan. Sedang mencintai adalah sebuah pilihan, aku bisa memilih kapan dan kepada siapa aku akan mencintai. Aku belum pernah jatuh cinta kepada selainnya. Tapi aku pernah mencintai beberapa pria selainnya.”

“Oke, jatuh cinta dan mencintai. Mantanmu itu?”

“Bukan, seseorang jauh sebelum dia. Kau mau dengar?”

“Siapa itu? Cinta pertamamu?”

Aish!! Sial tujuh turunan. Kenapa mulutku menawarkan sesuatu yang sudah aku sepakati bersama diri sendiri untuk tidak menceritakan tentangnya kepada kekasihku. Aku tak ingin mengulangi kesalahanku kedua kalinya. Hai otak, tolong bekerja samalah! Kuhela napas sedalam-dalamnya sebelum aku melanjutkan cerita.

“Bisa dibilang begitu. Aku belum pernah merasa jatuh cinta kepada selainnya. Aku belum pernah merasakan debar seperti yang kurasakan padanya. Aku belum pernah melewatkan ingatan-ingatan tentangnya. Debar itu masih ada dan masih sama meskipun aku tak pernah mendapatkan balasan darinya, aku tak pernah memiliki kesempatan menjalin hubungan dengannya, bahkan debar itu masih hidup ketika aku sudah berkali-kali menjalin hubungan dan memilih mencintai lelaki selainnya.”
Rupanya otakku menuruti perintahku, tak terdengar getaran di nada suaraku kali ini. Seperti ketika aku menceritakan perihal dia kepada teman-temanku, bahkan mantanku. Good Job!

“Bisa begitu? Padahal kamu hampir menikahi mantanmu itu. Lima tahun kalian menjalin hubungan, kan?”

“Buktinya bisa. Kamu benar, aku hampir menikahi mantanku setelah lima tahun kami menjalin hubungan. Aku tidak jatuh cinta kepadanya, tapi bukan berarti aku tidak bisa memilih untuk tidak mencintainya.”

“Lalu?”

“Jatuh cinta sangat menyebalkan, kamu tahu. Apalagi jika kamu jatuh cinta sendirian. Kamu memelihara ingatan-ingatan tentangnya tanpa kamu sengaja. Kamu mencemaskan sesuatu tanpa alasan tentang dirinya. Kamu akan merasa sangat iri kepada segala yang bersinggungan dengannya.”

“Hmmm..”

“Iya, jadi. Menjawab pertanyaanmu tadi, cinta itu tidak pergi, pun tidak berpindah.”

“Apa kau menyukainya? Maksudku menikmati memiliki perasaan seperti itu?”

“Tidak lah, sayang. Aku kehilangan mantanku pun bisa jadi karena aku masih merasakan debar itu padanya. Kamu tahu, sebenarnya aku ingin menyembunyikannya saja darimu. Maafkan aku.”

“Tak perlu. Ini menarik. Mantanmu tahu tentang dia?”

“Tahu, dan aku sangat menyesalinya. Aku pernah menangis tersedu di bahunya, hanya karena aku sangat merindukan lelaki itu.”

“Jadi kamu tidak bisa menghapus perasaan itu?”

“Sama sekali tidak. Dengan segala cara. Rasa itu tumbuh bersama ingatan-ingatan. Ini seperti sesuatu di luar kuasaku, bekerja di bawah alam sadarku.

“Kamu masih bisa mengingat pertama kali kalian berjumpa?”

“Tentu saja, dengan detail. Aku masih ingat bagaimana dia  memainkan Walkman di tangannya, sesekali membenahi bandanya dan letak kacamata hitamnya. Aku pun masih ingat bagaimana raut wajahnya ketika aku diam-diam memperhatikan dia dari jendela kelas. Aku masih ingat peristiwa apa saja yang membuatku menangis merasa kalah akibatnya. Dan aku pun masih ingat apa yang dia katakan ketika aku mencari-cari perhatiannya. Bahkan aku tak pernah melewatkan satupun hari ulang tahunnya sejak sepuluh tahun lalu. Aku akan dengan sendirinya berusaha untuk menjadi yang per… eh…”

“Halo?”

“Sebentar”

Kupandangi kini layar handphone yang sedari tadi kutempelkan ke telinga. Ujung jariku membuka aplikasi kalender. Damn!! Sekarang tanggal 22 Februari!!

***

dalam proyek nulis iseng bersama @vikaaditya @gustihasta @irzabelle @susyillona dan @gerielfarah yang bertema #memeliharaingatan

3 comments:

  1. Dan kau lupa untuk mengucapkannya, dan kau lupa kapan pastinya dia berulang tahun, lalu kau bertanya:

    "apakah dia sudah tidak penting? Kupikir tidak. Sebab aku telah melupakan hari ulang tahunnya tanpa usaha melupakan"

    tetapi kau masih mengingat dan membenarkan usia yang seharusnya.
    27, bukan 28.

    ReplyDelete
  2. Jika boleh memilih, aku sungguh ingin bisa memformat mana ingatan yang boleh menetap dan mana yang hanya boleh tinggal untuk beberapa saat dan setelahnya terhapus dengan sendirinya atau masuk ke "junk folder".
    Terima kasih sudah menuliskannya, Galuh Sitra. xxx

    www.bebluelikeme.blogspot.co.id

    ReplyDelete

Tuhan gemar bercanda, dan saya sedang berusaha tertawa

Powered by Blogger.