Tawa seperti apa?

Hari ini aku menangis.
Menangisi kebodohanku yang masih saja belum bisa menerima apa yang terjadi di hidupku.
Aku sadar, aku sadar betul bahwa apapun yang terjadi oleh karena suatu alasan.
Sebab Tuhan tak pernah salah menempatkan kejadian.
Meskipun hatiku merutuki apa yang terjadi, meskipun kepalaku susah berhenti untuk tidak iri, meskipun air dari mataku sudah tak mampu ku bendung lagi.
Tetap, Tuhan tak akan pernah salah.

Sejak mengetahui bahwa aku akan tinggal lagi di pulau ini, pulau yang menyimpan begitu banyak kisah, yang menampung begitu banyak air mata, yang menyeka begitu basah keringat, yang menjadi saksi bagaimana kita berjumpa, bagaimana kita berbagi suka, bagaimana kita menganggap luka sebagai canda, bagaimana aku yang menemanimu dalam segala cuaca, pun kamu yang menerimaku dalam segala laku dan rupa. Sejak aku tahu, setiap sudut kota akan tersenyum nyinyir menyambut kedatangaku. Sejak itu aku telah menyiapkan ruang untuk kenangan bebas menorehkan luka.

Aku menantang kota, aku menantang ingatan, aku menantang angin, aku menantang senja, aku menantang apapun yang ada di sini, sedalam apa mereka mampu melukaiku.

Sekarang, hari ini. Empat bulan telah berlalu. Empat bulan aku berjalan tegap menantang gagahnya kota. Air mata ini menyerah. Luka ini menganga.

Hari ini aku bertanya pada Tuhan melalui air mata, tawa yang seperti apa yang Ia inginkan dariku pada candaanNya kali ini?

Sungguh Tuhan, aku tak lagi mampu tertawa.

0 comments:

Post a Comment

Tuhan gemar bercanda, dan saya sedang berusaha tertawa

Powered by Blogger.