Haruskah Aku Benar Benar Menunggu

Pernah, aku sedang bercakap dengan langit malam. Tentang kemungkinan yang sebenarnya tak aku inginkan. Pernah juga aku mengatakannya kepadamu, waktu lalu. Waktu langit benar-benar menganggap percakapanku adalah sebuah doa yang harus di penuhi.

"Seandainya aku tak lagi bersamanya, aku hanya ingin menunggumu"

Langit malam menertawakanku terbahak. Kamu menghadiahiku senyum yang tak pernah bisa ku artikan.

Beberapa waktu tak lama setelah itu, langit mengejutkanku dengan kepergiannya. Aku benar-benar tak bersamanya lagi. Sial, padahal itu bukan sebuah doa.
Beberapa waktu kemudian, aku berpikir untuk tidak benar-benar menunggumu. Aku mulai membuka diri kepada sebanyak-banyak lelaki. Tapi lagi-lagi sial, mereka tak pernah benar-benar bisa merubah pikiranku untuk tidak menunggumu.

Pernah suatu waktu, seorang lelaki menawarkan segala perhatiannya kepadaku, tapi dia pergi.
Pernah lain waktu, seorang lelaki lain menawarkan segala perhatiannya kepadaku, juga, tapi hatiku tak mampu mengijinkannya tinggal sebentarpun.
Pernah, beberapa waktu, beberapa lelaki hanya ingin  bermain-main denganku.

Lalu sekarang, kepalaku masih dipenuhi tanya yang hatiku sendiri tak mampu menjawabnya.

Haruskah aku benar-benar menunggumu?

0 comments:

Post a Comment

Tuhan gemar bercanda, dan saya sedang berusaha tertawa

Powered by Blogger.