Cinta di Bulan Agustus

2:
"Apakah kau lupa?
Sebelum ini kau berpijar di malam angkasa.
Sebelum kurebut dari semesta.
Rembulan itu,
ia hanya penggantimu"

4:
"...Aku sudah di beranda hatimu,
dan sstt...
Kucurikan Mentari dari semesta.
Ia untuk kedinginanmu,
dan aku untuk kesendirianmu"

13:
"Ada yang libur di hari Sabtu.
Mentari di kotaku,
dan puisiku.
Ia malu-malu"

13.2:
"Aku suka bulir matamu yang saling susul.
Menangislah...
Menangislah di dadaku"

14:
"Aku bertengger di pelupukmu,
apapun yang berlinang kuteguk habis.
Kujagai pipimu,
dari basah selain kecupku"

14.2:
"Kalau ada aku di mimpimu, suruh pulang.
Nasehati:
Kebahagiaanku di dunia nyata, aku lelah bermimpi"

16:
"Ada yang kutitipkan bersama udara,
ia sisir lembut rambut jagungmu,
lalu menabur benih di dadamu.
Kau namai ia apa saja, terserah.
Itu sudah sepenuhmu"

16.2:
"Ada yang perlahan tumbuh di kita,
usah risau jarak, Sayang.
Ia hanya pematang,
sebagai jalan Tuhan
memupuk takdir kita"

17:
"Kulapangkan dadaku, Dik.
Seraya memerdekakan dirimu
dari segala kesedihan.
Rebahkan kepalamu di sana.
Sulut kebahagiaanmu kembali"

19:
"Akan tiba masa,
dimana aku lebih gemar memelukmu
daripada merupakanmu
di antara kata-kata.
Akan tiba masa..."

21:
"Pagi akan tiba:
Melingkarkan lengan di lehermu
dan mendaratkan kecupan di keningmu.
Tiada henti.
Akan tiba"

23:
"Di antara ratus binar lampu kamarmu,
aku rupa satu.
Menjagamu, memelukmu sebentuk cahaya.
Memejamlah
Relalah
Jatuh"

23.2:
"Kusanderakan diri pada hembusan,
tertunggang seret angin buritan.
Hanya dan ini,
cara memulas kening kecup kembang.
Selasa!"

24:
"Pagi di matamu,
lembab nan sembab.
Ah! Usah gelisah.
Binarmu Matari user segala resah.
Buka mata, pijar!
Rabu!"

25:
"Sepenggal pekan tercukupi ramah,
legit malam memulas senyum.
Jarak?
Ah! Mimpi kita sama,
meski tidur beda kota"

26:
"Semanisnya begini;
Kalau barisan konsonan,
dan akulah penggalan vokal.
Kita lahirkan kata-kata"

27:
"Aku mendakwa diri,
sebagai pengikis gunung-gunung cemasmu.
Gandrung menguliti resah di sudut ingatanmu.
Sampai pada pagi, kau hanya meributkan:
esok makan apa dan tamasya kemana"

28:
"Sejumput jingga menjepit rambut langit,
elok nian.
Seperti paras ayumu,
sunggingkan sedikit senyum, Nona.
Kamu menang"

31:
"Di suatu pagi hampir buta,
wajahmu terukir tegas.
Tangan-tangan udara mendekati mata.
Memaksaku menatahmu lebih jelas"

0 comments:

Post a Comment

Tuhan gemar bercanda, dan saya sedang berusaha tertawa

Powered by Blogger.