Mimpi Milik Perempuanku



Aku melihat dengan jelas raut wajahmu, kau sedang menari-nari di taman penuh bunga-bunga, entah bibirmu sedang mendendangkan apa. Aku ingat, kau senang bersenandung dan begitu mencintai bunga mawar. Mawar itu cantik, berlapis perlindungan agar kau bisa menyentuh sarinya, mawar itu tegar melindungi diri sendiri, semakin kau genggam kau hanya akan menyakiti tanganmu sendiri, begitu katamu kepadaku suatu hari.

Entah bagaimana, kau sekarang sudah berada di kebun mawar. Memetik beberapa berwarna merah dan beberapa helai ilalang di sekitar, kemudian merangkainya menjadi hand bouquet yang cantik di genggamanmu. Ah, aku mengerti. Bagimu, hidup harus selalu seimbang, kau menunjukkan padaku bahwa ilalang yang kelas bawah pun bisa sejajar dengan mawar yang kelas atas.

Sekarang kau sedang berdiri mematung, dengan buket mawar di tanganmu yang ditangkupkan di depan dada. Matamu memejam, namun berair, diam-diam mengaliri pipimu. Perlahan kau membuka mata, menengadah dan tersenyum. Kebun mawar berubah menjadi ruang pesta pernikahan, gaun putih tulang yang kau kenakan mengayun seirama kakimu melangkah menuju pelaminan. Ada aku sedang menunggu di altar.

Aku bangun kesiangan dan daftar perkakas yang harus kubeli pagi ini tiba-tiba menghilang. Ah, sialan. Jam satu siang aku sudah harus tiba di kantor, aku tak mau mendengar boss buleku marah-marah karena aku terlambat, meskipun aku tak begitu paham apa yang dikatakannya jika ia menyerocos begitu saja dengan bahasa ibunya. Dengarkan saja sambil berkata sorry boss sorry boss, yes boss yes boss pura-pura mengerti, asal jangan oh yess boss oh no boss. Kelakarmu ketika aku mengeluh saat pertama kali dimarahi seminggu lalu.

Aku tak dapat menemukannya di saku celana, di saku kemeja, bahkan di setiap kantong ranselku. Sudah lebih dari satu jam aku mencari catatan sialan itu. Kau meninggalkannya di kantor setelah menyalinnya ke evernote. Kau memberiku jawaban yang tepat ketika aku mengeluh padamu. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Kebiasaan sekian tahun bersamamu, membuatku sedikit kesusahan beradaptasi berada jauh darimu. Kuhela napas dan berbisik kepada diri sendiri. Ini hanya sebentar, aku pasti bisa, demi pernikahan ini, dan kaupun pasti mengerti.

Aku bergegas memacu motorku menuju toko perkakas di tengah kota. Entah kenapa perjalanan dari Nusa Dua ke Denpasar siang ini begitu menyebalkan, berkali-kali aku terhentikan lampu merah padahal dikejar waktu. Kutengok jam tanganku, sudah jam sebelas, ketika aku harus diberhentikan lampu merah yang kesekian di perempatan Keboiwa. Mataku menangkap restoran cepat saji itu, ingatan memutar waktu, aku bertemu denganmu pertama kali di tempat itu, lima tahun yang lalu. Setelah menikah aku ingin berbulan madu di Bali, napak tilas pertemuan pertama kita dulu. Katamu semalam di ujung telepon. Aku tersenyum simpul.

Langkah kakiku sampai di lorong perkakas, sebelumnya aku melewati lorong tempat kebutuhan hewan peliharaan. Aku melihat pet carrier yang sama dengan milikmu, yang dulu kita beli, juga di tempat ini. Tenang saja, berhentilah menangis, percaya padaku, yang pergi biar pergi, yang hilang pasti berganti. Kataku padamu dua hari lalu, waktu kau sesenggukan mengadukan kucing kita yang kabur dan tak pernah pulang lagi. Kuambil beberapa barang sesuai dengan catatan di ponsel genggamku, kemudian bergegas menyelesaikan transaksi dan segera pergi ke kantor.

Kali ini aku mengambil rute melintasi Sunset Road menuju arah bandara, jalanan tak cukup lancar, meski lampu merah tak semenyebalkan perjalanan berangkat tadi, ingatan kembali memutar waktu. Di jalanan ini aku pernah mengajarimu mengendarai motor sport. Aku tak mau terlalu bergantung padamu sayang, bagiamana jika suatu hari nanti aku harus segera pergi sementara kau masih sibuk dan yang ada hanya motor milikmu? Alasanmu ketika memintaku mengajarimu beberapa tahun lalu, aku sudah lupa tepatnya, tapi aku masih ingat bagaimana kau dengan cepat bisa mengendarai motor ini sendiri tanpa bantuanku lagi.

Jam satu lebih lima belas menit aku baru tiba di kantor. Kurapihkan perkakas yang sudah kubeli, sebagai engineer pertama di perusahaan yang baru seperti sekarang ini, aku harus memulai semuanya dari awal, termasuk membeli perkakas dan membuat SOP agar pekerjaan tetap bisa dilakukan orang lain jika sewaktu-waktu aku sudah tidak bekerja di sini lagi. Huh, aku harus bersiap mendengar omelan boss buleku karena terlambat, sebab mau tak mau aku harus menemuinya untuk melaporkan apa yang telah kubelanjakan.

Jantungku berhenti berdetak sepersekian detik untuk kemudian berdetak dengan sangat kencang dan tanpa aturan ketika tatapan mataku bersinggungan dengan lirikan matanya. Gadis itu berkuncir kuda, tersenyum manis sekali ke arahku, sesaat setelah ia keluar dari ruangan. Debar semacam ini belum pernah kurasakan, bahkan kepadamu. Tiba-tiba keringat membasahi leher dan dahiku, dan sejak saat itu aku selalu ingin kembali melihat senyumnya, setiap hari.

Aku mendapatkan tawaran kerja di Bali lagi dan gajinya lumayan untuk kita tabung, beri aku waktu setahun saja, lalu aku akan pulang dan kita menikah.

Pergilah, aku akan melanjutkan usaha kita dengan baik.

Tapi aku jatuh cinta padanya.

Maka berbahagialah.


***

dalam proyek nulis iseng bersama @vikaaditya @gustihasta @irzabelle @susyillona yang bertema #jatuhcintatibatiba

***

ditulis berdasarkan pengalaman, tidak semua benar, jangan baper :p

1 comments:

Tuhan gemar bercanda, dan saya sedang berusaha tertawa

Powered by Blogger.