Berbicara tentang menangis, sebenarnya aku adalah orang yang
jarang meneteskan air mata , bisa dibilang susah untuk bisa menangis. Bahkan aku
sering merasa sesak yang teramat sangat ketika ada hal yang bisa membuatku
ingin menangis namun air mata ini tak kunjung mau menetes dari kedua mata. Seperti
ada kodok yang tak dapat aku telan dan “nyangkut” di tenggorokan. Begitulah aku,
kira-kira sepuluh tahun yang lalu. Akulah, gadis yang susah menangis itu.
Tapi kemudian, di satu hari saat aku sedang berada di sebuah
pantai di pulau Bali, menikmati senja dan semilir angin dari arah benua
Australia menerpa wajahku, bulatan besar berwarna oranye itu tiba-tiba berubah
menjadi segerombolan manusia yang terbuat dari api, berarak menuju ke arah
dimana aku menempelkan bokong dengan nyamannya. Gawat, negara api menyerang!
Maka, sejak saat itu aku menemukan diriku mudah menangis pada
hal-hal sepele.
Aku menangis saat bekerja. Dua atau tiga tahun yang lalu
(kurasa serangan negara api juga telah membuatku mudah lupa), aku adalah
seorang teller merangkap CS di perusahaan pembiayaan; “panggon utang”, tempat
mencairkan BPKB, semacam itulah. Waktu itu, sepasang kakek-nenek jauh dari desa
di ujung selatan Malang duduk di hadapanku, mereka bercerita bahwa hutang ini
adalah hutang anaknya yang “lari” ke luar negeri. Bahkan selain hutang, anaknya
juga meninggalkan seorang bocah kepada mereka. Kedatangan mereka adalah untuk
melunasi seluruh hutang yang tertunggak beserta denda-dendanya. Setelah memasukkan
nomer pelanggan yang mereka sebutkan, aku terbelalak dengan besarnya jumlah
denda yang harus mereka bayar. Selesai menginformasikan total besaran uang yang
harus mereka bayarkan, aku permisi sebentar, ke lantai atas guna menemui
atasanku barangkali ada sesuatu yang bisa kami lakukan. Dan sialan, “ini sudah
prosedur” dan air mata ini tak tau malu. Ditemani atasanku, aku mencatatnya
pada aplikasi di komputer dengan berurai air mata. Aku melihat seorang terluka
tapi aku tak bisa berbuat apapun. Bagaimana aku tidak menangis? Setelah semua
sistem jahat terlewati, mereka, kakek-nenek itu berpamitan pulang dan mereka masih
sempat menambahkan doa-doa baik yang ditujukan untukku sebelum mereka benar-benar
pergi. Aku mengantar mereka ke depan pintu untuk kemudian mengantarkan air
mataku ke toilet.
Iya, itu beberapa tahun yang lalu. Sebelum beberapa hari lalu,
aku menangis pada ponselku yang tidak bisa menyala. Sebelum tidur aku terbiasa
mengisi daya baterai dari ponselku agar besok paginya telah terisi penuh dan dapat
kupakai untuk keperluan hari itu. Tapi pagi itu, aku menemukannya tak dapat kunyalakan.
Beberapa colokan charger telah kucoba namun tak berhasil. Kudiamkan sebentar,
kabel kutekuk-tekuk, sampai kabel data kumasukkan ke komputer pun tetap tak
berhasil. Aku menyerah padanya, tapi kau tau, satu-satunya yang berhasil
kulakukan adalah memeluk bantal dan meneteskan air mata. Oh raja negara api, tolong
isikan baterai ponselku.
Ada satu lagi yang membuatku mudah menangis yaitu memasak. Bukan
karena mengiris bawang sehingga aku berair mata. Tetapi karena memasak untuk
kemudian dibuang karena tidak habis dimakan. Bayangkan, kemarin aku memasak sayur
asem yang bahannya kubeli dari tukang sayur langganan, dan satu bungkus bahan
untuk sayur asem isinya macam-macam, ada kacang panjang, tauge, kangkung dan
mentimun. Meskipun harganya hanya Rp 1.000 sebungkus, tapi aku harus memetik
mereka satu-persatu. Kacang panjang harus kupetik satu-persatu, mentimun masih
mending bisa diiris, kangkung juga harus kupetik satu-persatu, dan tauge, tau
kan tauge itu kecil-kecil, dan harus banyak kalau kau ingin memasak satu panci
sayur asam. Dan aku harus memetik buntutnya SATU-PERSATU kecuali aku mau tauge
dengan akar-akar yang masih bocah yang baru tumbuh itu tersangkut tak nyaman di
tenggorokan suamiku dan juga aku. Sesudah itu aku masih harus menghaluskan
bumbu-bumb. Lalu pagi tadi aku harus menyaksikan mereka yang sudah matang tapi
tak dapat dimakan itu sedang teronggok di tempat sampah. Dan tentu saja setelah
itu aku juga harus membuang ingus yang datang bersama sayur asem yang terbuang.
Jadi ya begitu, semenjak negara api menyerang aku berubah
menjadi makhluk yang mudah menangis.
***
ditulis untuk #tigahalyangmudahmembuatkumenangis bersama #nyincingdasterclub
Yang pertama dan yang ketiga aku juga merasakan. Ini sepele tapi nyatanya memang kita nangisan :')
ReplyDelete